Terungkap, Inilah Penyebab Transportasi Online dan Konvesional Tak Bisa Akur!
Lensaremaja.com – Dalam kurun beberapa waktu ini, banyaknya aksi demo terkait dengan adanya transportasi berbasis aplikasi atau transportasi online. Dalam aksi-aksi yang telah dilakukan itu sering kali terjadi kericuhan hingga timbul korban.
Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mengungkapkan, adanya aksi yang berujung kepada kekerasan dan kericuhan ini tidak lain adalah akumulasi dari rasa kekecewaan dari para pengemudi angkutan konvensional kepada berkembangnya transportasi online tersebut.
Pihaknya menambahkan, kalau para pengemudi dari angkutan konvensional yang sudah ada sebelumnya tersebut merasa kalah dengan keberadaan tranportasi online, sehingga dengan itu pendapatan mereka yang telah mengalami penurunan.
“Sekarang di wilayah Tangerang, Malang, Jogja, Bandung dan lain-lain lebih fokus pada kendaraan roda dua. Seperti kejadian di Tangerang, kok angkot tega menabrak pengemudi Grab, ini karena akumulasi dari kekecewaan sekian lama sehingga dihajar,” ungkapnya pada saat di Kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (25/3/2017).
Pihaknya menilai, kalau sejak awal Organda DKI Jakarta tidak memberikan larangan masuknya tenologi dalam bisnis transportasi. Akan tetapi, ketegasan dari pemerintah yang telah dibutuhkan pada masa transisi seperti ini untuk mengatasi adanya beberapa kekerasan yang terjadi, sehingga mengeluarkan aturan dalam hal bisnis transportasi online.
“Organda tidak menentang model transportasi online. Permenhub (Peraturan Menteri Perhubungan) ini hanya soal roda empat, tapi potensi (konflik) yang besar masih di roda dua, ini terkait dengan masyarakat kalangan bawah,” ungkapnya.
Sedangkan Pengamat Transportasi Azas Tigor Nainggolan mengatakan, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek, tidak perlu direvisi oleh pemerintah.
“Harusnya jalankan saja seperti yang ada saat ini,” ungkapnya, Sabtu (25/3/17).
Pihaknya yang mengatakan, kalau dalam pengaturan tarif dan kuota dari transportasi online yang saat ini berlaku tidak relevan, hal ini karena mekanisme yang sudah berjalan ini adalah hukum pasar.
Sehingga dengan ini, kolaborasi antaran transportasi online dan konvensional yang menurut Tigor, adalah salah satu solusi untuk mengatasi adanya perselisihan diantara kedua penyedia layanan transportasi tersebut.
baca juga :
Berita Hari Ini: Mulai 1 April, Taksi Online Dipasang Stiker Khusus !