Presidential Treshold Di UU Pemilu Dipertanyakan!
Lensaremaja.com – Pakar Hukum Tata Negara Irmanputra Sidin menilai, ambang batas dari pencalonan presiden atau Presidential Treshold 20-25 persen yang sudah diakomodasikan di dalam UU Pemilu tidak sesuai dengan konstitusi.
BACA JUGA : Makan Presidential Treshold 20 Persen di RUU Pemilu!
Pada akhirnya, DPR telah mengetok palu RUU Pemilu dalam rapat paripurna yang dilakukan oleh jajaran anggota DPR hingga pada Jumat (21/7/17) dini hari. Yang menjadi perdebatan dalam rapat itu adalah meteri Presidential Treshold. Namun akhirnya diputuskan ‘diketok palu’ sebesar 20-25 persen.
Irman mengungkapkan, putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 dan Pasal 6A ayat 2 UUD 1945, sudah jelas menyatakan kalau setiap partai politik peserta pemilu mengusulkan calon presiden mereka masing-masing.
“Kami saat itu terlibat langsung membidani pengajuan permohona pengujian UU Pemilu di MK agar pemilu dilakukan secara serentak yang akhirya dikabulkan oleh MK,” ujar Irman, melalui keterangan tertulisnya, Jumat (21/7/2017).
Dia menjelaskan, dari keputusan MK yang juga menjelaskan kalau adanya ambang batas atau Presidential Treshold ini tidak memiliki hubungan dengan adanya penguatan pada sistem preseidensial. Seperti halnya, dia mencontohkan penyelenggaraan Pilpres 2004 dan Pilres 2009.
Untuk mendapatkan dukungan dalam Pilpres, maka calon presiden sebelumnya harus melakukan tawar-menawar politik. Hal ini dapat dilakukan oleh beberapa calon presiden yang ingin maju dalam Pilpres saat itu.
BACA JUGA : Dituding Fadli Zon Sengaja Jegal Prabowo di Pilpres 2019, Begini Reaksi Thahjo Kumolo!
Karena dengan adanya negosiasi yang dilakukan, telah dianggap memiliki sifat sementara. Terkait dengan adanya Presidential Treshold ini kemungkinan akan memperngaruhi stabilan dari roda perekonomian kedepannya.
“Negosiasi dan tawar-menawar tersebut pada kenyataannya lebih banyak bersifat taktis dan sesaat daripada bersifat strategis dan jangka panjang, misalnya karena persamaan garis perjuangan partai politik jangka panjang,” pungkas Irman.
Setelah adanya tawar menawar yang sudah dilakukan ini, maka para calon Presiden akan tergantung dengan partai politik. Dengan adanya hal ini, dapat merekduktikan posisi dari Presiden untuk menjalankan pemerintahan.
“Syarat ambang batas yang telah diputuskan DPR dan pemerintah sebenarnya syarat untuk ‘menyandera’ Presiden yang berkuasa, yang justru melemahkan kekuasaan presidensial,” kata Irman.
Irman menganggap, Presidential Treshold ini sebenarnya ingin melenggangkan adanya fenomena “kawin paksa” capres. Hal ini karena hak yang telah dimiliki oleh setiap parpol untuk mengajukan calon presiden mereka sudah dilanggar.
BACA JUGA : Dikabarkan Akan Dampingi Prabowo di Pilpres 2019, Begini Tanggapan Gubernur NTB Zainul Majdi!